Catatan resmi menyepakati bahwa Soeharto lahir pada 8 Juni 1921, di dusun Kemusuk, wilayah Desa Godean, sekitar lima belas kilometer barat Yogyakarta. Ibunya Sukirah, berasal dari bagian utara desa (Kemusuk Lor). Ayahnya yang sudah memiliki dua anak dari perkawinan sebelumnya, bernama Kertosoediro yang berasal dari selatan dusun (Kemusuk kidul).
Sehari-hari Kertosoediro bekerja sebagai pejabat irigasi yang bertanggung jawab membagi air irigasi ke berbagai sawah desa dan memelihara saluran irigasi yang vital bagi pertanian desa. Sebagai imbalan atas tugas ini, Kertosoediro diberikan sepetak lahan yang biasa disebut "lungguh", untuk menghidupi keluarganya. Dia tidak mempunyai tanah lain atau binatang ternak. Dia dan keluarganya hidup dirumah kecil berdinding bambu dengan atap daun kelapa.
Menurut pernerbit otobiografinya, Mc Donald, mengatakan, kehidupan awal Soeharto sangat suram. Soeharto sendiri mengakui bahwa masa kecilnya suram; saya mengalami banyak penderitaan yang mungkin tidak dialami oleh orang-orang lain. Salah satu penderitaan itu adalah retaknya perkawinan orang tuanya, mereka bercerai hanya lima minggu setelah kelahirannya, Soeharto adalah satu-satunya keturunan mereka. Ayahnya menikah lagi dan mempunyai empat orang anak. Dua tahun setelah perceraiannya, Sukirah juga menikah lagi dengan seorang penduduk Kemusuk bernama Pramono, yang kemudian memakai nama Atmoprawiro pada pernikahannya dengan sukirah. Mereka memiliki tujuh orang anak, yang keempat adalah Probosutejo, yang kelak memainkan peran penting dalam bisnis di era Orde Baru.
Kemudian Soeharto kecil diberikan kepada kakak perempuan Kertosoediro (bude Soeharto), istri Kromodiryo, yang bertindak sebagai bidan saat membantu kelahiran Soeharto. Semua keluarga ini sangat menyayangi Soeharto, terlebih pakdenya, Kromodiryo, dan sering membawa si bocah kesawah ketika bertani.
Pada tahun 1929, saat usia Soeharto delapan tahun, ia harus pindah ke rumah bibinya dari pihak ayah untuk meneruskan sekolahnya. Bibinya ini menikah dengan Mas Ngabei Prawiroharjo, seorang pegawai pertanian senior di Wuryantoro, satu pemukiman kecil sekitar dua belas kilometer selatan Wonogiri. Soeharto diterima dengan hangat oleh keluarga barunya, dan kelak, Soeharto berucap penuh rasa terima kasih atas pengangkatannya "sebagai putra sendiri" oleh Bapak Prawiroharjo. Keluarga Prawiroharjo sendiri sudah memiliki banyak anak yang salah satunya, Sudwikatmono, kelak menjadi tokoh bisnis yang menonjol di era Orde Baru.
Di keluarga ini, Soeharto "diperlakukan sama dengan anak-anak lain", dia meneruskan pendidikan sekolah dasarnya di Wuryantoro.
Sumber:
SUHARTO
Sebuah Biografi Politik
R.E. Elson.
Sehari-hari Kertosoediro bekerja sebagai pejabat irigasi yang bertanggung jawab membagi air irigasi ke berbagai sawah desa dan memelihara saluran irigasi yang vital bagi pertanian desa. Sebagai imbalan atas tugas ini, Kertosoediro diberikan sepetak lahan yang biasa disebut "lungguh", untuk menghidupi keluarganya. Dia tidak mempunyai tanah lain atau binatang ternak. Dia dan keluarganya hidup dirumah kecil berdinding bambu dengan atap daun kelapa.
Menurut pernerbit otobiografinya, Mc Donald, mengatakan, kehidupan awal Soeharto sangat suram. Soeharto sendiri mengakui bahwa masa kecilnya suram; saya mengalami banyak penderitaan yang mungkin tidak dialami oleh orang-orang lain. Salah satu penderitaan itu adalah retaknya perkawinan orang tuanya, mereka bercerai hanya lima minggu setelah kelahirannya, Soeharto adalah satu-satunya keturunan mereka. Ayahnya menikah lagi dan mempunyai empat orang anak. Dua tahun setelah perceraiannya, Sukirah juga menikah lagi dengan seorang penduduk Kemusuk bernama Pramono, yang kemudian memakai nama Atmoprawiro pada pernikahannya dengan sukirah. Mereka memiliki tujuh orang anak, yang keempat adalah Probosutejo, yang kelak memainkan peran penting dalam bisnis di era Orde Baru.
Kemudian Soeharto kecil diberikan kepada kakak perempuan Kertosoediro (bude Soeharto), istri Kromodiryo, yang bertindak sebagai bidan saat membantu kelahiran Soeharto. Semua keluarga ini sangat menyayangi Soeharto, terlebih pakdenya, Kromodiryo, dan sering membawa si bocah kesawah ketika bertani.
Pada tahun 1929, saat usia Soeharto delapan tahun, ia harus pindah ke rumah bibinya dari pihak ayah untuk meneruskan sekolahnya. Bibinya ini menikah dengan Mas Ngabei Prawiroharjo, seorang pegawai pertanian senior di Wuryantoro, satu pemukiman kecil sekitar dua belas kilometer selatan Wonogiri. Soeharto diterima dengan hangat oleh keluarga barunya, dan kelak, Soeharto berucap penuh rasa terima kasih atas pengangkatannya "sebagai putra sendiri" oleh Bapak Prawiroharjo. Keluarga Prawiroharjo sendiri sudah memiliki banyak anak yang salah satunya, Sudwikatmono, kelak menjadi tokoh bisnis yang menonjol di era Orde Baru.
Di keluarga ini, Soeharto "diperlakukan sama dengan anak-anak lain", dia meneruskan pendidikan sekolah dasarnya di Wuryantoro.
Sumber:
SUHARTO
Sebuah Biografi Politik
R.E. Elson.