Berita tentang
kebrutalan ISIS di Suriah dan Irak sudah menyebar melalui pemberitaan
media massa. Namun, kali ini kami mencoba menulis tentang ISIS dari
sudut pandang berbeda, yaitu tentang ISIS di Indonesia. Berikut akan
kami paparkan beberapa pernyataan pengamat teroris terkait keberadaan
ISIS di Indonesia.
Penyebaran ISIS di Indonesia
Dalam sebuah
diskusi di Utan Kayu Jakarta pekan lalu, Solahuddin seorang peneliti
dan penulis buku tentang terorisme mengungkap beberapa hal terkait ISIS.
Di antaranya, ia menerangkan tentang potensi pendukung ISIS di
Indonesia.
Pendukung ISIS
di Indonesia menurutnya dapat tumbuh melalui kelompok radikal, Islam
garis keras, yang kemudian tumbuh berkembang, berpindah mendukung ISIS.
“Karena tidak punya figur ulama yang bisa dijadikan rujukan. Contohnya
FPI Makasar yang kemudian bertransformasi mendukung ISIS. Mereka tidak
punya guru atau figur yang dapat diteladani, lalu mencari figur dari
luar. Dan repotnya, yang diambil dan dijadikan figur namanya Ustaz
Basri, alumni Afganistan yang sekarang di Makasar menjadi pendukung ISIS
nomor satu di sana. Basri ini yang kemudian meyakinkan orang-orang FPI
Makasar untuk berbaiat kepada ISIS,” tuturnya.
“Termasuk juga FPI Lamongan yang menurut FPI Pusat, sudah dibekukan. Bahkan mereka sendiri menganggap Habib Rizieq adalah Taghut.
Kasusnya tidak jauh beda dengan di Makassar. Mereka mencari figur dari
luar, kemudian mendapati seorang sosok baru bernama Iswanto, tokoh ISIS
di Lamongan yang kemudian menjadi anggota bom bunuh diri di Poso.
Berbeda dengan FPI Pusat, Habib Rizieq sendiri menolak tindakan
terorisme seperti yang dilakukan ISIS dan pendukungnya.
Selain dari
kelompok yang baru bertransformasi mendukung ISIS seperti FPI Lamongan
dan Makasar, pendukung ISIS juga ada dari kelompok yang sudah eksis
sebelumnya. Seperti kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan
Santoso. Dia menjadi kelompok yang paling awal membaiat Abu Bakar Al
Baghdadi.
Kemudian
kelompok lain seperti Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar
Ba’asyir. “Ba’asyir memaksa anggota JAT berbaiat kepada Abu Bakar Al
Baghdadi,” tambahnya.
Pusat Penyebaran ISIS di Lapas Kembang Kuning Nusakambangan
Bagaimana ajaran ISIS ini menyebar?
Solahuddin
menjelaskan bahwa pusat ajaran ISIS di Indonesia itu justru ada di
penjara. Di penjara Kembang Kuning Nusakambangan. “Salah satu tokoh
penting ISIS di Indonesia bukan Abu Bakar Ba’asyir. Tapi namanya Aman
Abdurrahman. Narapidana di Nusakambangan terkait kasus terorisme. Dulu
lulusan Lipia Jakarta yang sempat menjadi imam di sebuah masjid di
Lenteng Agung dan kemudian menjadi tokoh paling penting penyebaran ISIS
di Indonesia.”
“Sejak Oktober
2013 sampai November 2014, di dalam penjara dia sudah menerjemahkan 155
artikel propaganda ISIS. Meski peraturan menyebutkan bahwa tahanan
dalam penjara tidak boleh memiliki handphone (HP), tapi saat dirazia
kemarin, ditemukan 7 buah HP di kamarnya. Bahkan ketika diperiksa di
kandang ayam lapas, ditemukan juga 13 buah HP jenis smartphone semua.”
“Jadi kerjanya setiap hari adalah mencari berita-berita, men-download, menerjemahkannya kemudian meng-upload-nya
kembali. Selain itu di dalam penjara Aman Abdurrahman juga memberikan
tausiyah-tausiyah kepada murid-muridnya. Rutin setiap hari.”
“Materi-materi itulah yang kemudian oleh murid-muridnya di-upload ke media-media jihad semacam al-mustaqbal, soutussalam, VOA Islam, lalu disebarkan melalui media sosial.”
Perlawanan Masyarakat
Solahuddin
menjelaskan bahwa gerakan kelompok pendukung ISIS tersebut sangat hebat
di Bekasi. Masjid M. Ramadhan Bekasi menjadi pusat penyebaran ISIS di
daerah Jabodetabek. April 2014 masjid berhasil direbut kembali oleh
masyarakat. “Termasuk FPI, FBR, dan mereka terusir dari masjid itu.
Mereka tersinggung dengan kelompok-kelompok ISIS karena mereka
mengharamkan Maulid Nabi. Kasus serupa terjadi di beberapa daerah
belakangan ini. Ini pukulan balik bagi mereka,” kata Solahuddin.
Bahaya ISIS bagi Indonesia
Dalam sebuah
diskusi di Jakarta pekan lalu (26/2), Sidney Jones yang juga pengamat
teroris membenarkan adanya ancaman perkembangan ISIS di Indonesia.
“Kemungkinan Mujahidin yang sudah ada di Suriah kembali ke Indonesia.
Dengan keterampilan lebih tinggi, ideologi lebih kuat, hubungan
internasional lebih banyak, dan mungkin keterampilan kesenjataan lebih
tinggi,” ungkapnya.
Selain itu ia menilai aksi amaliyah untuk melakukan teror di Indonesia cukup murah.
Menurutnya,
beberapa deklarasi baiat kepada ISIS sudah ada dimana-mana, “Jakarta,
Solo, Bima, Lampung, Makasar, dan lainnya. Kalau kita lihat siapa yang
bergabung dengan ISIS, kita lihat ada jaringan lama. Di Sulawesi
Selatan sudah ada jauh hari sebelum ISIS muncul,” tambahnya.
Banyak langkah
menurut Sidney Jones yang bisa dilakukan, tapi harus dilihat apa yang
lebih gampang dilakukan. “Sulit misalnya, melarang ajaran ekstremis.
Tapi tidak sulit bagi aparat mengawasi penjara-penjara atau Lapas,
supaya tidak berkomunikasi dan merekrut orang dari dalam penjara. Karena
faktanya hal-hal seperti itu sudah terjadi,” paparnya.
“Saat ini
memang, kalau kita melihat kapasitas anak rentan, mereka bukan
profesional, mereka bukan lulusan luar negeri. Masalahnya di masa depan,
kalau lebih dari seratus orang yang ada di Suriah, mungkin kembali lagi
walaupun sekarang ini niatnya bukan untuk kembali. Tapi siapa tahu
keadaan bisa berubah,” pungkas Sidney.
Lemahnya Penegak Hukum di Dalam Undang-Undang Terorisme
Sementara itu,
Solahuddin membenarkan adanya instrumen hukum terkait terorisme sangat
lemah. “Orang yang memerintahkan dakwah, menyuruh melakukan aksi teror
menurut undang-undang terorisme tidak bisa dijerat. Tidak ada satu
pasal pun yang dapat menjerat pendukung ISIS. Ada satu orang bernama
Halawi yang disebut oleh para pelaku teror dengan nama Ustaz Halawi
Makmun. Tapi tidak bisa ditangkap polisi karena tidak ada pasal yang
dapat menjeratnya,” ungkapnya.
Hal-hal
semacam itu menurutnya bisa dimengerti, mengingat masih lemahnya
undang-undang terkait pencegahan teroris ini karena dibuat sangat
terburu-buru. “Saat itu sebagai respon kasus Bom Bali 2002. Kemudian
keluar Perppu dan Perppu itu kemudian dijadikan Undang-Undang Terorisme
yang dibikin hanya dalam 6 hari. Paling terasa, ketika menghadapi
orang-orang yang berangkat ke Suriah. Mereka tidak bisa ditangkap. Ada
yang pura-pura ditangkap kemudian dilepas lagi. Berbeda dengan
negara-negara lain,” ungkap Solahuddin
0 Comments:
Posting Komentar