Saat ini mungkin kita semua tidak lagi merasakan kejamnya peperangan
 yang dialami oleh orang-orang yang hidup beberapa puluh tahun sebelum 
kita lahir. karena berkat pengorbanan para pahlawan yang
    berjuang sampai titik darah penghabisan, telah berhasil mengusir 
para penjajah dari bumi Indonesia ini. Sehingga kita semua tidak lagi 
merasakan penderitaan hidup dijaman penjajahan.
    Tetapi pertanyaanya adalah, apakah benar bahwa kita sudah dapat hidup dengan nyaman, aman dan tentram?
    Saya rasa jawabnya belum tentu.
    Mengapa demikian?
    Karena pada kenyataanya masih ada “penjajah-penjajah” yang sedang 
mengkungkung kehidupan kita. Penjajah-penjajah yang bahkan lebih sulit 
dihadapi dari masa penjajahan sebelum Indonesia merdeka
    dulu.
    Penjajah-penjajah ini adalah KORUPTOR
    Belakangan ini mungkin sering kita dengar bahwa Komisi Pemberantasan
 Korupsi (KPK), berhasil menyeret beberapa tersangka koruptor besar ke 
pengadilan. Banyak pejabat membanggakan hasil kerja KPK
    yang terlibat lebih tegas menindak para koruptor yang tidak terjadi 
pada jaman pemerintah sebelum SBY-JK ini.
    Agaknya pemerintah dan rakyat asyik dengan aneka penindakan represif
 (menindas) ini. Tapi patut dipertanyakan, apakah tindakan represif yang
 dilakukan benar-benar dapat menghentikan korupsi yang
    sepertinya sudah mengakar kuat pada bangsa ini. Karena hampir semua 
warga termasuk sejumlah pejabat pemberantas korupsi terkena korupsi.
    Jika demikian, siapakah yang memiliki kredibilitas untuk menjadi 
pejabat pemberantas korupsi? siapa yang berhak menindak para koruptor 
tersebut?
    Karena pada kenyataanya, terkuak beberapa indikasi keterlibatan 
jaksa, polisi, hakim dan pejabat KPK dalam suap dan pemerasan terkait 
penindakan tersangka koruptor.
    IRONIS !!!!
    Hal ini mungkin disebabkan Bangsa Indonesia yang secara turun 
temurun telah diwariskan pola-pola relasi masa lampau bangsa penjajah. 
Sehingga hal tersebut menjadi seperti warisa yang harus terus
    dijaga sampai saat ini dan diterapkan ke realitas relasi antara 
penguasa dan rakyat Indonesia.
- Kebiasaan bangsa penjajah (penguasa) meemras/memalak bangsa terjajah (rakyat).
- Kebiasaan bangsa terjajah (rakyat) menyelamatkan diri dari tekanan dan ancaman bangsa penjajah (penguasa) dengan cara apapun, termasuk mengorbankan sesame warga terjajah.
- Kebiasaan bangsa terjajah (rakyat) bertindak menjilat penjajah (penguasa) demi keselamatan diri.
- Kebiasaan bangsa terjajah (rakyat) memberi upeti kepada penjajah (penguasa).
- Kebiasaan suatu lapisan bangsa terjajah (rakyat) untuk menekan dan memeras sesama warga terjajah yang ada pada lapisan lebih rendah
    Perwujudan dari kelima pola relasi tersebut secara menyejarah telah 
membuahkan kemiskinan bangsa terjajah (rakyat), sekalipun bangsa 
terjajah tersebut telah meraih kemerdekaan secara formal.
    Dengan demikian kita menyadari bahwa untuk menghentikan tindakan 
korupsi tidak akan berhasil jika hanya menitikberatkan pada tindakan 
represif.
    Ini menjadi PR bagi pemerintah untuk membuat program-program ekonomi
 pro kesejahteraan rakyat banyak, seperti meningkatkan pendidikan yang 
bermutu dan berkesinambungan dan lain sebagainya.
    Kembali ke pernyataan semula, Apakah Indonesia sudah benar-benar merdeka?
 
 

 
 
 
 
 
0 Comments:
Posting Komentar