Cerita Dongeng Indonesia adalah Portal Edukasi yang memuat
artikel tentang Kisah Sejarah Kerajaan Sumedang Larang, Dongeng Anak
Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng
Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah
Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi
Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.
Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan Islam yang pernah
berdiri di Jawa Barat, Indonesia. Namun, popularitas kerajaan ini tidak
sebesar popularitas Kerajaan Demak, Mataram, Banten dan Cirebon dalam
literatur sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan
kerajaan ini merupakan bukti sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam
penyebaraan Islam di Jawa Barat sebagaimana yang dilakukan oleh
Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.
Kerajaan Sumedang Larang (kini Kabupaten Sumedang) adalah salah satu
dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Selain itu dikenal juga kerajaan sunda lainnya seperti kerajaan
Pajajaran yang juga masih berkaitan erat dengan kerajaan sebelumnya
(Galuh), namun keberadaan kerajaan Pajajaran ini berakhir di Pakuan
(Bogor) karena serangan aliansi kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa
Tengah). Sejak itu, Kerajaan Sumedang Larang menjadi kerajaan yang
memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri.
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari kerajaan Sunda-Pajajaran yang
didirikan oleh Prabu Geusan Ulun Adji Putih atas perintah Prabu
Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Padjadjaran, Bogor.
Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami
beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong
artinya nampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Adji
Putih pada abad ke XII. Kemudian pada masa zaman Prabu Tadjimalela,
diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, dan kemudian
diganti lagi menjadi Sumedang Larang (Sumedang berasal dari Insun Medal/
Insun Medangan yang berarti aku dilahirkan, dan larang berarti sesuatu
yang tidak ada tandingnya).
Pada pertengahan abad ke-16, Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan
raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslim menikahi
Pangeran Santri(1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan
memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam
di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana
Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang
Ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan
agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan
Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun
atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya.
Prabu Geusan Ulun dinobatkan sebagai Bupati Sumedang I (1580-1608 M)
menggantikan kekuasaan Ayahnya, Pangeran Santri. Beliau menetapkan
Kutamaya sebagai Ibu kota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di
bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung,
Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan
Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di
bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah
wafat pada tahun 1608, putera kandungnya, Pangeran Rangga Gempol
Kusumadinata/Rangga Gempol I atau yang dikenal dengan Raden Aria
Suradiwangsa menggantikan kepemimpinan ayahnya. Namun, pada saat Rangga
Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang
dijadikan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan
statusnya sebagai ‘kerajaan’ dirubah menjadi ‘kabupaten’ olehnya. Hal
ini dilakukan sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah
pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten dan Belanda yang sedang
mengalami konflik dengan Mataram.
Sultan Agung memberi perintah kepada Rangga Gempol I beserta pasukannya
untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan
sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede. Hingga suatu
ketika, pasukan Kerajan Banten datang menyerbu dan karena setengah
kekuatan militer kabupaten Sumedang Larang dipergikan ke Madura atas
titah Sultan Agung, Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan
Banten dan akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan
Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan
selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur. Sekalilagi, Dipati Ukur
diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk
menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada
akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak
dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari
pertanggung jawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya
atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan.
Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan
kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar
Sumedang dan Galuh (Ciamis) dibagi kepada tiga bagian; Pertama,
Kabupaten Bandung, yang dipimpin oleh Tumenggung Wirangunangun, Kedua,
Kabupaten Parakanmuncang yang dimpimpin oleh Tanubaya dan Ketiga,
kabupaten Sukapura yang dipimpin oleh Tumenggung Wiradegdaha/ R.
Wirawangsa.
Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa
peninggalan konflik politik yang banyak diinterfensi oleh Kerajaan
Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang,
atribut kerajaan, perlengkapan raja-raja dan naskah kuno peninggalan
Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di Museum Prabu
Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan alun-alun kota
Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah
daerah setempat.
Cerita Dongeng Indonesia memuat dengan lengkap unsur-unsur dan
kaidah baku dalam menyajikan cerita dan dongeng, meliputi unsur
Intrinsik Cerita Dongeng yaitu meliputi Tema Cerita Dongeng,
Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng,
Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta
Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik
Cerita atau Dongeng.
0 Comments:
Posting Komentar